29/08/2010

Knitting Project: Finished

Remember the last Mittwochmachtfrei that I started to knit again? Well, I've finished it. Yaay! I rewarded myself with a glass of iced lemon tea.

P8294353
P8294356
P8274337
P8274338
P8274341
P8274340

Artists on NDS Themes

Could you imagine all my favorite things gathered around in one place? I love playing nintendo DS and unintentionally found this cool NDS free skins site while I'm searching for R4DS kernel update. I saw Jackson Pollock's, Audrey Kawasaki's and Roy Lichtenstein's art applied as NDS themes!

Audrey Kawasaki

Roy Lichtenstein


I found myself pressed "download" button over and over again. Then decided these as the coolest craft theme I've ever known applied on NDS. All is super-gorgeous. The art belongs to Sonja, but I cannot say thank you directly, as she restricted her profile on NDSthemes.com. Thank you so much, in case she's reading this post :)

27/08/2010

Menulis Serius

Wah, saya akhir-akhir ini menulis serius sekali dan tampaknya saya menemukan bahwa mungkin di sinilah saya bisa menulis agak lumayan sepertinya, bukan penulis fiksi. Asli, fiksi saya cupu banget. Sejauh ini ada dua tulisan reportase seminar: Sekolah Perempuan dan Peluncuran Buku Bencana Industri (versi lebih personal dan videonya ada di posting blog saya sebelumnya). Berikut adalah cuplikan dua tulisan yang di-posting di blog tempat saya bekerja. 

Saatnya Perempuan Menjadi Agen Perdamaian Bagi Dirinya Sendiri, Keluarga dan Lingkungannya

Indriani Widiastuti
Program Officer the Interseksi Foundation

"Perempuan menjadi agen perdamaian". Kalimat itu tertulis pada undangan seminar yang diadakan oleh AMAN (Asian Muslim Action Network) Indonesia pada tanggal 26 Juli 2010. Kemudian saya membaca kalimat selanjutnya, "Bagaimana perempuan dapat menjadi agen perubahan di komunitas yang memiliki perbedaan karakter dan latar belakang agama, budaya, suku dan sisi kehidupan ekonomi sosial lainnya, namun tetap menjunjung tinggi nilai-nilai perdamaian". Seketika saya bersemangat mengikuti seminar ini, karena topiknya sangat menarik. Mengapa? Saya terbiasa berada di kumpulan yang mayoritas anggotanya adalah perempuan, gemar membuat kerajinan tangan dan berkesenian, sehingga saya pikir wacana ini sangat dekat dengan keseharian saya.

Seminar "Strategic Review Sekolah Perempuan untuk Perdamaian" ini ditujukan agar AMAN mendapat masukan dari pihak luar mengenai kegiatan yang sedang berlangsung hingga November 2010 ini di 4 (empat) tempat di Indonesia, yakni: Malei Lage dan Pamona (Poso), Kampung Sawah (Jakarta) dan Loji (Bogor). Sekolah Perempuan (SP) lahir dari inisiatif para perempuan pasca aksi bantuan bencana banjir di Pondok Bambu, Jakarta Timur. Mereka berkeinginan menjaga tali silaturahmi dengan staf AMAN melalui sebuah forum. Sebelum bernama "Sekolah Perempuan", forum ini bernama "Az-Zahrah". Ternyata, forum tersebut bisa berkembang dan tidak terbatas pengajian saja, namun juga menjadi media perempuan saling bertukar pengalaman, menambah ilmu dan sarana bertukar informasi yang tidak mungkin disampaikan melalui media lain. Mungkin karena salah satu sifat dasar perempuan -yang saya rasakan juga dalam kelompok kecil saya tadi- yakni dapat saling percaya, mendukung dan menguatkan melalui interaksi dalam kelompok.

Dalam pelaksanaannya AMAN Indonesia memiliki tiga proses tahapan teknis pendidikan, yaitu: pra pembelajaran, proses pembelajaran dan evaluasi pembelajaran. Pra pembelajaran merupakan proses yang dilakukan sebelum memutuskan materi apa yang dirasa relevan untuk setiap wilayah, misalnya analisa struktur sosial pasca konflik di Poso. Proses pembelajaran adalah proses mediasi pengalaman-pengalaman perempuan menjadi pengetahuan bersama tentang pembangunan perdamaian. Dalam hal ini AMAN menyusun draft kurikulum yang harus diterapkan di setiap Sekolah Perempuan, untuk memastikan bahwa materi ajar yang diberikan adalah pengetahuan tentang perdamaian, bukan ekonomi atau politik. Sampai dengan hari diselenggarakannya seminar ini, kegiatan Sekolah Perempuan baru sampai pada tahap pembelajaran. Read more...

Dari Diskusi dan Peluncuran Buku "Bencana Industri: Relasi Negara, Perusahaan, dan Masyarakat Sipil" Jakarta, 5 Agustus 2010 

Indriani Widiastuti 
Program Officer, The Interseksi Foundation 

Andaikata Twitter sudah menjadi tren nasional pada 2006, topik bencana Lumpur Lapindo pasti akan menjadi trending topic. Banyak orang membicarakannya, hingga pada akhirnya muncul perdebatan seru yang bermuara ke dua pilihan: populer habis-habisan atau jatuh ke tangan polisi (seperti Luna Maya dan Ariel). Lumpur Lapindo memang bukan Ariel dan Luna atau "Keong Racun" a la Sinta dan Jojo, yang mendapat reaksi begitu cepat di media dan dunia nyata. Bertahan selama seminggu sebagai trending topic di Twitter, diwawancarai infotainment sana-sini dan "dihantui" kepopuleran. Selain itu, mereka mendapat anugerah setimpal berupa kerja sama profesional di bawah manajemen Charly ST-12 dan mendapatkan beasiswa penuh hingga lulus kuliah, karena dianggap menaikkan status tempat perkuliahannya (sungguh, ini alasan yang aneh). Tidak habis pikir, empat tahun penuh penderitaan kalah telak dengan satu minggu selebritas instan. 

Pada tanggal 5 Agustus 2010 lalu bertempat di gedung Jakarta Design Centre, Slipi, Desantara Foundation bekerja sama dengan Lafadl Initiatives mengadakan peluncuran buku kumpulan tulisan dengan tema bencana industri. Dominasi tulisan Bosman Batubara dan Paring Waluyo membuat tulisan lain di buku ini seakan "kalah pamor". Padahal pembahasannya mungkin tak kalah menarik, antara lain: permasalahan bencana versus perubahan sejarah kepemilikan tanah di Tanah Toa, Sulawesi Selatan, pengelolaan sumber daya alam berupa air di Pegunungan Kendeng Utara dan gas alam di Bojonegoro. Mungkin ada baiknya seperti yang disebutkan di prakata editor, jika buku ini muncul sendiri-sendiri. 

Selama presentasi materi, jujur saja, satu-satunya yang lumayan menghibur adalah video presentasi yang berisi video kegiatan Taring Padi di Porong "Bercermin dalam Lumpur". Bosman Batubara dan Paring Waluyo memilih untuk menyoroti praktik bisnis dalam bencana Lumpur Lapindo. Dalam tulisannya yang berjudul "Praktik Bisnis di Banjir Lumpur", ia mensinyalir praktik bisnis ini berkembang menjadi politis karena muncul dalam konteks eksplorasi industri migas oleh Bakrie (pada saat itu beliau menjabat sebagai Menko Kesra Kabinet Indonesia Bersatu I). Read more...

25/08/2010

Quick Pin

Two (5-metres-each) banners from past events meet tutorials from designbyvitarlenology, and it goes like this:

P8174275

P8174272

and another box of happiness for the handed-on camera
P8214321

P8214322

Mittwoch Macht Frei: Let's Knit, Forget About Others

I hardly forget my previous workplace, a bookstore with many great books in it. This is the book I always love, but no one seems ever care about it. Stays at the same shelf for a year or so: "400 Knitting Stitches". Inspired by the yarns at the front cover, I'm starting a small knit project to relieve my sore eyes from making subtitles for 6 videos (will be previewed next month).


P8244332

P8244327

P8254335

generating subtitles is like forgiving others.

P8194312
extracting and erasing memories from terabytes hard drive

P8194318
wish I could take back words that came out of my mouth if it hurts you

P8194319
and return to where we begin

21/08/2010

Soro Bareng, Seneng Bareng*

Diskusi Peluncuran Buku "Bencana Industri: Relasi Negara, Perusahaan, dan Masyarakat Sipil"
(Desantara Foundation, Jakarta, 5 Agustus 2010)

Bencana Industri

Bagi saya, topik bencana Lumpur Lapindo adalah bahasan yang basi setelah empat tahun dibiarkan tanpa tindak lanjut dari pihak terkait. Jauh berbeda dengan video lipsync Keong Racun yang dipopulerkan oleh Sinta dan Jojo, yang mendapat reaksi begitu cepat di media dan dunia nyata. Bertahan selama seminggu sebagai trending topic di Twitter, diwawancarai infotainment sana-sini dan "dihantui" kepopuleran. Selain itu, mereka mendapat anugerah setimpal berupa kerja sama profesional di bawah manajemen Charly ST-12 (ya, Anda betul, band flamboyan itu) dan mendapatkan beasiswa penuh hingga lulus kuliah, karena dianggap menaikkan status tempat perkuliahannya (sungguh, ini alasan yang aneh). Saya tidak habis pikir, empat tahun penuh penderitaan kalah telak dengan satu minggu selebritas instan.

Pada tanggal 5 Agustus 2010 lalu bertempat di gedung Jakarta Design Centre, Slipi, Desantara Foundation bekerja sama dengan Lafadl Initiatives mengadakan peluncuran buku kumpulan tulisan dengan tema bencana industri. Dominasi tulisan Bosman Batubara tentang banjir lumpur Sidoarjo, membuat tulisan lain di buku ini "kalah pamor". Padahal pembahasannya menurut saya tak kalah menarik, antara lain: permasalahan bencana versus perubahan sejarah kepemilikan tanah di Tanah Toa, Sulawesi Selatan, pengelolaan sumber daya alam berupa air di Pegunungan Kendeng Utara dan gas alam di Bojonegoro. Mungkin, memang ada baiknya, seperti yang disebutkan di prakata editor, kalau buku ini muncul sendiri-sendiri.

Presentasi Bosman membuat saya shock secara visual, bukan karena lumpur Lapindo yang sudah tidak bisa ditolong lagi, tapi karena slide presentasi milik Bosman berisi video kegiatan Taring Padi "Bercermin dalam Lumpur". Dalam presentasi itu muncul foto mantan pacar di hampir setiap slide sedang memegang biola. "Ya ampun," saya membatin. Tampak di foto itu ia sedang mengajarkan anak-anak di sana untuk menyanyikan lagu Dendang Kampungan favorit saya "Mari Menggambar". Sedikit terbawa suasana lagu dan video tersebut, tanpa sadar saya bernyanyi keras sekali hingga seorang bapak pindah ke bangku belakang (ternyata beliau dipanggil ke belakang karena beliau adalah pembicara, hahaha). Sepanjang diskusi saya hanya berpikir, begitu banyak yang telah dilakukan oleh lembaga non pemerintah dan gerakan masyarakat untuk membantu korban lumpur ini, bahkan ibu-ibu pengajian di mana ibu saya biasa mengaji pun ikut berpartisipasi. Namun pihak yang lebih besar, yang seharusnya bertanggungjawab terhadap bencana ini seperti lepas tangan. Saya tidak bicara soal kompensasi, karena berjuta-juta uang kompensasi, baik yang telah dibayarkan maupun yang masih menunggak, tidak mampu menghapus duka. 


Poster acara bertuliskan "Soro Bareng, Seneng Bareng" yang dimaksudkan baik, menuai protes warga. Mungkin maksud dari poster ini adalah dengan adanya kegiatan Bercermin dalam Lumpur warga akan merasa sedikit terhibur. Namun, peletakkan kata "Seneng Bareng" di sebelah kanan, ditafsirkan warga sebagai kondisi Porong masa kini. "Ini terbalik, sekarang 'soro'. Kok bisa sekarang seneng, mas? wong kita masih sengsara" begitu kira-kira ungkapan hati mereka. Nenek-nenek tetangga juga tahu, korban bencana lumpur sampai saat ini (dan mungkin selamanya) tidak pernah merasa senang. Kehilangan tempat tinggal yang memiliki nilai historis dan ekonomis adalah pukulan telak tak termaafkan. Sebagai penyelesaian, teman-teman di sana pun memutar otak, bagaimana menjelaskan frase "Soro Bareng, Seneng Bareng" dan akhirnya terciptalah sebuah penjelasan yang masuk akal "Bukan begitu Pak bacanya, tapi 'Soro-Seneng Bareng-Bareng' " dan warga pun mengamini. Ini ceritanya Bosman lho...

Saya tidak peduli dengan isi diskusi siang itu, karena menurut saya itu semua omong kosong, hanya sebatas riset dan buku yang diterbitkan. Aksi-aksi kecil-besar dari berbagai pihak juga tidak kunjung membuat kondisi ini membaik. Lantas tindakan apa yang tepat? Mungkin untuk sementara, gambar-gambar poster dan video Taring Padi berbicara JAUH LEBIH BANYAK daripada buku ini.


Empat Tahun Saya Menderita, Kapan Saya Bisa Hidup Sehat Lagi, Ok?


Terima kasih banyak ruben rubens untuk videonya di engage media :)

*) artinya "Susah Bareng, Senang Bareng". Poster bertuliskan kalimat ini ada dalam video di menit 05:15. 

13/08/2010

Song Thrush




Last night we had this small meeting over the phone about Mikisi's business plan. Julian told me, I have to revamp the bird drawing on previous Mikisi tag. "It looks sappy and unhealthy, you know", he said. I picked Song Thrush (Turdus philomelos) among other birds on the book.  After took some time away from black .005 micron pen, cartridge and watercolor, I hardly believe I could finished it within a day.

Stick It Up, Missy!

IMG_0987

No, it's not a response to Toots & The Maytals' song '54-46 That's My number". It's a laptop sticker with Julian's latest artwork. Recently he created so many good pieces. I also printed one of his drawing, "Knock-knock", on canvas textured paper and turned out I couldn't stop staring at it. Keep calm and craft on, Jules!

IMG_0979

IMG_0980

IMG_0983

IMG_0985


Sneak peek: This Tin Robot series would be on Mikisi Shop in no meantime, darling! 

11/08/2010

Mittwoch Macht Frei: Rudie Can't Fail

Akhirnya, terbeli juga album ini setelah indent lama dari Tuan Boriez Got Soul (tapi nggak pernah ketemu hahaha, malah dapatnya di tempat kerja lama)


Ini adalah obat rindu dari banyak sekali gigs yang terlewatkan (damn it!). Meski isinya band yang itu-itu juga, aku menemukan begitu banyak talenta luar biasa di album ini. Beberapa teman yang rajin naik turun panggung ska Jakarta tumpah di sini, seperti Running Circle, Thoriq Madani, Alaska Q, dan juga sang senior Artificial Life. Di album ini Bois Stompin', yang pertama kali kukenal sebagai band oi!, semakin menancapkan taring di ska/skinhead reggae. Namun band yang kuharapkan akan muncul seperti Monkey Boots dan Soul Shaker, dengan sangat mengherankan tidak ada dalam line-up kompilasi ini. 

The Authentics, band yang rapi sekali dan sangat layak untuk disebut awaited band, gagal membuatku kecewa dengan lagu "Hey Rudi". Oleh karena itu dia pantas menjadi Mittwoch Macht Frei kali ini! Setahun yang lalu, lewat MySpace-nya aku tahunya judul lagu ini adalah "Aku Ada", tapi ternyata mereka mengubahnya menjadi "Untukmu". Yah, apalah judulnya, yang jelas lagu ini dulu pernah menemaniku membuat tesis, bolak-balik Dago-Picung dan semangat buka toko setiap pagi.

"Jangan kau bersedih..."

Ekspektasiku amat tinggi ketika membeli album ini dan hasilnya: angkat lima puluh gelas untuk Pak Produser!

08/08/2010

Good Things Always Come in Small Size

How I wish I could have this beautiful Sunday forever. Last night Ms. Vantiani went to my place after saw her book exhibition "Codex Code". Stayed until 1 AM, she gave me a tutorial how to set up an online shop. Erm, the thing is, I don't have any Paypal account, which is the most important requirements (above things you're going to sell, I guess). Anyway, I really amazed with this mini things I ordered at Etsy (with a generous help from Ms. Vantiani). Let's have a mini-party, shall we?

***
Bahagia sekali rasanya hari Minggu seperti ini, setelah semalam Nona Vantiani mengunjungi rumahku dan mengajariku bagaimana membuat toko online. Namun masalahnya satu, aku tidak punya akun Paypal, yang sepertinya lebih penting untuk dimiliki sebelum barang dagangan itu sendiri. Lalu aku mengurungkan niat (lagi!). Ya pokoknya, sekarang aku gembira sekali dengan perkakas mini yang kupesan lewat Nona Vantiani. Ayo diminum lho...

tea set 3
porcelain tea set

sewing machine
"Butterfly" sewing machine

med bike
biking with you

trung nguyen
drip coffee maker 

kopi tetes
and drink it with you

06/08/2010

Menunggu yang Sabar


jaket jeans emblem angsa, temani aku menunggu hujan.
aku menunggumu dengan sepeda, seperti dari kaca di ruko Munggur.
kita jalan kepiting ya, jangan ajak aku ke hari kemarin.